Ibu, Bapak terima kasih atas segala pengorbananmu hingga aku
sebesar ini, terima kasih telah mendukung segala harapanku.
aku mencintaimu Ibu, Bapak.
Ku akhiri tulisan curahan hati di buku harianku malam ini dengan
senyuman sekaligus rasa hangat menahan rindu, pada mereka, ibu dan bapakku.
Aku Diana, gadis desa yang terpaksa harus berpamitan pada
ibu dan bapak untuk pergi merantau melanjutkan pendidikan SMA di kota. Tahun
ini merupakan tahun pertamaku, awalnya aku ragu, apakah aku bisa bertahan jauh
dari orang tua. Namun keraguan ini berhasil membuatku memiliki motivasi untuk
berprestasi. Karena bagiku membahagiakan orangtua adalah memiliki prestasi di
sekolah.
Selama tiga bulan ini, teman sekelas menjulukiku si kutu
buku, selain karena aku rajin belajar aku pun memiliki segudang aktivitas,
sehingga mereka segan untuk mengajak main. Seorang kutu buku sepertiku tentu
saja memiliki kehidupan sosial yang tidak terlalu bagus, jangankan masalah
cinta, berteman dekat pun hanya bisa dengan satu dua orang saja.
Sampai pada suatu ketika, aku mengagumi seseorang yang tak
ku kenal sebelumnya. Aku mengamatinya setiap saat. Segala informasi tentangnya
ku cari diam-diam. Seperti pagi ini di Lorong depan kelasku,
"Ayu, kamu tahu siapa namanya?” Tunjukku pada salah
satu kakak kelas yang sedang membaca buku.
“Dia Kak Andri. Siswa kelas XIA. Kenapa? Apa kamu punya
masalah dengannya?”
“Ah tidak, aku bahkan baru tahu namanya darimu.”
“Ingat An, jangan pernah punya masalah dengan dia, banyak siswi
yang menyukai dia, tapi dia itu cuek sekali pada perempuan. Sekali kamu
berurusan dengan dia, sepertinya kamu nanti tidak akan punya banyak teman.”
“Tenang saja Ay, kamu tahu Aku kan?”
“Tentu saja Diana si kutu buku bukan?” kami tertawa Bersama.
Aku dan Ayu berteman akrab ketika dia meminta tolong
dibuatkan tugas seni rupa olehku, dia memang pintar dalam segala hal kecuali menggambar.
Sejak itu Ayu tak segan untuk bercerita banyak hal, termasuk tentang cinta
pertamanya.
Hari selasa, pelajaran Bahasa Indonesia dimulai, materi pelajaran mengharuskan siswa berkunjung ke perpustakaan. Semua siswa fokus mencari buku sumber sesuai topik yang diberikan. Tidak sengaja aku berdiri dilorong buku kategori “buku sumbangan”, aku mengambil satu judul yang menarik perhatian Bunuh Diri Masal. “Buku ini sangat unik, orang yang menyukai buku ini pasti memiliki pemikiran yang tak kalah uniknya” pikirku. Penasaran siapa pemilik buku ini sebelumnya, aku buka halaman belakang dan tertulis “Andri Wijaya Sugiarto” jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
“Ayuuuuu “ Ayu memanggil ayu.
“Syuuuuuuut, Jangan berisik.” Hardik semua orang yang ada di
perpustakaan. Aku terseyum malu, dan berlari mendekati Ayu.
“Ayu, coba lihat buku ini?”
“Bunuh diri masal, ih aneh sekali An.”
“Justru itu, siapapun akan berpikiran seperti itu. Tapi
tidak bagiku.”
“Maksudnya? An, sungguh aku tidak mengerti apa maksud
perkataanmu.”
Selesai kelas Bahasa Indonesia Aku bertekad menemui Ayu untuk
menceritakan apa yang ku rasakan selama ini pada Andri.
“Jadi, kesimpulannya. Diana si kutu buku hampir gila oleh
Kak Andri?” Tanya Ayu.
Aku menjawab dengan anggukan.
“Oh My God An, kamu menggilai orang yang salah.”
“Aku tidak akan menyerah.”
“An….”
“Dengar Ay, aku percaya tidak aka nada yang sia-sia, dengan
menyukainya dalam diam pun tak akan sia-sia.”
Kami terdiam.
“An, ini formulir pendaftaran untuk masuk anggota Paskibra.”
Tiba-tiba ada Kakak kelas yang berparas sangat cantik menghampiriku.
“Baik Kak.” Jawabku cepat.
“Kamu ikut paskibra?” Tanya Ayu.
“Iya.”
“Berapa organisasi yang kamu ikuti, bukankan kita hanya
diberi kesempatan hanya mengikuti tiga organisasi saja?”
“Tiga.”
“Dan salah satunya pencinta lingkungan.” Ayu mengerling.
Ayu akhirnya tahu alasan aku ikut organisasi pencinta
lingkungan, karena ada Kak Andri disana. Dialah penggagas organisasi itu. Dia
pemilik program penghijauan di lingkungan sekolah, dia pula yang bersemangat
mengajukan program tanaman gantung dengan memanfaatkan botol bekas pada
sekolah, berkat peran dia pula sekolah mendapat kesempatan mengikuti seleksi
penghargaan Adiwiyata.
Selama ini aku
sudah merasa cukup dengan hanya memperhatikannya dari jauh, mengaguminya dalam
kesunyian. Namun sahabatku Ayu memiliki anggapan yang berbeda, dia terlalu
jenuh mendengar curahan hatiku yang begitu-begitu saja. Hingga tanpa
sepengetahuanku Ayu menceritakan semua isi hatiku pada Dika, teman sekelas
Andri.
Bel tanda pulang
sekolah berbunyi, Aku langsung menuju kos, ditengah perjalanan
“Dek, tunggu!” Aku
kenal betul suara ini. Suara yang selalu sayup aku perhatikan dalam kejauhan. Aku
berbalik dan menyapa sebisanya, badanku bergetar.
“Eh, Kak Andri,”
“Diana? Itu
namamu?” Tanyanya menyelidik.
“Iya Kak, Aku
Diana.”
“Oke, aku panggil
kamu Anna. Mulai hari ini kamu pacarku.” Aku termenung
“Anna, hey, kau
dengar?”
“Kakak tidak salah
bicara? kenapa tiba-tiba”
“Kau tak perlu
tahu, aku juga menyukaimu. Tulis nomormu di Hpku.” Aku pun mengetik satu demi
satu angka nomor Hpku. Namun setelah aku berikan Hpnya dia berlalu begitu saja.
Setelah kejadian
itu aku menjadi lebih semangat berangkat sekolah. Berbeda denganku, kejadian
itu seolah tak berarti apa-apa untuknya, sikapnya biasa saja, bahkan terasa
percuma menyimpan nomorku di Hpnya, karena jarang sekali dia mengabariku. Tapi
aku tak peduli, yang penting orang yang aku sukai selama ini ternyata
menyukaiku dan sekarang dia pacarku.
Seminggu sudah aku
berharap akan mendapatkan kabar darinya meski hanya sapaan singkat lewat pesan.
Resah dan takut mengampiriku. Resah, apakah dengan bersikap seperti itu berarti
dia mempermainkanku. Takut, sekiranya aku terlalu berharap banyak dengan apa
yang dia katanya waktu itu.
Hari ini adalah
hari pelantikan anggota paskibra sekolah,
Dreeet… Hpku bergetar.
Aku yakin itu pesan dari Andri.
“Siapa yang
membawa hp?” Pipi merahku berubah menjadi pucat pasi.
“Jawab, siapa yang
membawa hp?”
“Sudah kami
bilang, selama pelantikan tidak ada yang berkomunikasi dengan orang luar.”
“Kenapa semua
diam, kalau dalam hitungan 3 tidak ada yang mengaku, kalian semua kena hukuman!
Satu…Dua…Ti…” Mereka sahut menyahut memperingatkan aturan.
“Kak, itu saya”
kataku sambil mengangkat tangan kanan dan tentu saja menunduk.
“Ohhh lihat itu,
ada yang mengaku.”
“Keluarkan hpmu,
dan siap-siap kamu akan mendapat hukuman atas pelanggaranmu.”
“Siap,
laksanakan.” Jawabku dengan yakin.
Aku menuruti
perintah senior, aku mendapat hukuman push up 100x dan membantu
menyediakan makanan untuk seluruh anggota paskibra. Memang lelah tapi mau
bagaimana lagi, pihak yang bersalah harus menerima hukuman sesuai dengan
perintah, begitulah adab di oraganisasi ini.
Pukul 09.00 malam
acara pelantikan diakhiri dengan apel malam.
“Huhh selesai
juga, aku harus cepat-cepat buka pesan itu,” masih saja aku ingat pesan masuk tadi.
Anna, aku tunggu
kau di lapangan bola pinggir sekolah jam 8 malam ini.
Deg, kaget tapi
senang membaca pesan yang dia kirimkan padaku.
Aku melirik jam digital
di Hpku “sudah jam 09.15, apakah dia masih menungguku.” Raguku.
Tak berpikir
terlalu lama aku berlari menuju tempat yang dia maksudkan. Hanya lima menit aku
berhasil sampai di lapangan tersebut. Dalam nafas terengah aku melihat
sekeliling, tak ada orang disini.10 menit aku berdiam diri, antara menyesal dan
bingung harus berbuat apa.
Aku pun berniat
pulang, namun tiba-tiba ada cahaya lilin di tengah lapangan. Aku mendekati
cahaya itu, dan aku terharu, dia masih ada, menungguku.
“Anna, kamu
telat.” Sapanya sambil menatapku penuh perhatian.
“Maaf….” Aku
terisak. Aku pun tidak mengerti mengapa aku harus menangis.
“Hei, tidak perlu
menangis.”
“Kak, maaf aku
terlambat.” Gumamku masih dalam tangisan.
“Sudahlah”
“Kak, kamu kemana
saja? Kenapa baru mengabariku malam ini, aku kira….”
“Syuut jangan
berpikiran negatif, aku ada buat kamu, aku sayang kamu bukan berarti setiap
menit mengabarimu bukan?”
Aku terdiam
“Ikut aku.”
Perintahnya.
Tepat di tengah
lapangan, ada alas berukuran sederhana, keningku berkerut menerka-nerka apa
yang akan dia tunjukkan padaku.
“Ayo sini,” kamu
berbaring bersisian.
“Aku tau An, kamu
pasti menyangka aku akan memberi kejutan manis, memberimu hadiah bunga atau
cokelat seperti kebanyakan laki-laki berikan pada kekasihnya. Kau tau An, bagiku
itu hal terlalu umum, kamu terlalu spesial.”
Aku tersipu.
“An, lihat
bintang-bintang diatas sana, cahayanya tampak kecil namun indah bukan?”
“Iya kak, indah
sekali.”
Lama kami terdiam
menikmati pemandangan bintang diatas sana dengan beribu pertanyaan dalam hati yang lagi-lagi tak terucapkan baik
dariku atau pun dia. Hingga percakapan kami dimulai lagi dengan hal ringan,
“An, apa lagu kesukaanmu?”
“Aku sangat
menggilai semua lagu Bondan Prakoso.”
“Benarkah? Apa aku
tidak salah dengar? Umumnya mereka disukai laki-laki.”
“Tak ada larangan
untuk itu kak” senyumku.
“Baiklah kalau
begitu mulai besok aku akan mencoba menyukai lagunya, sama sepertimu.” Gumamnya
sangat yakin.
“Hah? Tidak perlu
seperti itu juga kak.”
“An, sudah jam
berapa ini, kamu harus pulang, nanti ibu kost mu tidak mau membukakan kunci
gerbang untukmu.” Malam itu, kami akhiri pertemuan singkat namun memiliki kesan
mendalam untukku, karena banyak pertanyaan yang belum aku ungkapkan padanya.
Dia mengantarku sampai gerbang kos dan menunggu sampai aku masuk dengan
selamat.
Hari yang indah.
Menjelang tidur
pandanganku lurus keatas langit-langit kamar kos ku yang berada di pojokan.
Dreetttt…
cepat-cepat aku mengambil Hp yang masih tersimpan diranselku. Tanganku
bergetar, dan mataku berkaca ketika ku baca.
Selamat tidur An,
aku sayang kamu
selamanya.
Hanya dua kalimat,
tidak lebih. Namun ini dapat menjungkir balikkan hatiku, sehingga aku
lompat-lompat tidak terarah. Ifa, teman sekosku yang sedari tadi sibuk membaca
novel mengerling dan tanpa permisi merebut Hpku, “oh my God, kakak kelas super
cuek bisa kirim pesan seperti ini. Aku tidak percaya ini. Ini betul nomor dia?”
“ifaaa…. Masa
nomor tukang nasi goreng.” Aku bertolak pinggang dan melempar bantal ke
wajahnya. Kami pun tertawa bersama. Cepat-cepat aku balas pesannya, tentu saja
lebih dari dua kalimat.
Selamat malam juga
Kak, makasih ya kak udah mau nunggu aku, maafin aku udah tekat banget datang di
lapangan, makasih kakak mau lama-lama sama aku. Liat bintang bareng kakak hal
terromantis yang pernah aku rasain selama hidup aku ka. Aku juga mencintai
kakak selamanya.
Ku tekan icon
kirim di hpku. 5 menit berlalu tak ada balasan, 10 menit, 30 menit, 1 jam, 1
jam setengah masih tak ada balasan. Akhirnya aku tertidur dengan perasaan penuh
harap.
Pagi yang indah, aku
bergegas ke kelas, namun sebelum memasuki kelas aku melihat Andri berada di
depan kelasnya, menyiram tanaman kelas. Betapa sempurnanya pagi ini. Aku dengan
percaya diri mendekatinya, sejak pertemuan dan sms tadi malam aku merasa lebih
dekat dengannya.
“Pagi Kak Andri
yang super rajin” sapaku dengan penuh percaya diri.
“Pagi.” Jawabnya
singkat.
“Aduh, singkat
sekali jawabnya, belum sarapan ya?” Tanyaku kembali sedikit bercanda, tak ada tanggapan
lagi, dia hanya tersenyum dan beranjak pergi ke dalam kelas. Tentu saja aku
sungkan mengejarnya. Sambil menahan rasa malu, aku balik kanan dan sedikit
berlari menuju kelas.
Kak Andri kakak
kelas yang cuek adalah cinta pertamaku, kami memiliki status berpacaran tapi seolah
tidak berpacaran. Kami jarang berkomunikasi, tapi aku tidak mengerti mengapa
kami tetap bertahan. Aku penasaran dengannya antara tulus atau mempermainkan.
Sampai akhirnya kami
harus berpisah, dia lulus SMA dan akan langsung bekerja di luar kota. Aku yakin
aku akan baik-baik saja. Karena aku sudah terbiasa dengan tingkahnya yang masa
bodoh terhadapku.
“Kamu tidak takut pacaran jarak jauh?” tanya
Ayu.
“Takut apa ay? Aku
sudah yakin pada kak Andri, aku percaya sama dia.” Jelasku.
“Yakin? Memangnya
dia mengucapkan janji apa padamu?”
Aku terdiam,
memang selama ini dia tidak pernah berjanji apa-apa, sampai hari perpisahan pun
dia masih sama. Dia hanya menyampaikan bahwa dia menyayangiku selamanya.
Dan itulah yang
aku pegang, aku percaya itu dan akan aku jaga selamanya.
Setahun sudah aku
berpisah jarak dengan Kak Andri, diawal-awal dia masih rutin mengabariku, namun
lama-lama akhirnya selama setahun dia benar-benar tidak menghubungiku lagi. Ini
bukan berarti aku hanya menunggu, hanya dia yang sulit ku hubungi. Hingga ada
saatnya aku menyerah, dan berhenti berharap.
Kini tiba masanya
hari kelulusanku, tak ada ucapan selamat meski hanya lewat pesan. Aku semakin
menderita karena terlalu mencintainya. Hari hari yang berat aku lalui tanpa
kabar darinya, aku mulai putus asa. Namun lingkungan baru mengalihkan fokusku, aku
masuk salah satu universitas impianku. Kehidupan baru dengan pindah kota pun
membuatku semakin terbiasa sendiri, ada atau tidak ada dia aku harus tetap
bahagia. Tekadku dalam hati.
Sampai pada suatu
hari ada teman seangkatanku yang bernama Nehan mulai memberi perhatian lebih
padaku. Aku yang selama ini haus perhatian seakan mendapat mata air ditengah
kekeringan. Aku mulai dekat dengan Nehan. Sebulan kami dekat, Nehan menyatakan
perasaan, dan aku menerimanya. Entahlah ini semacam penghianatan, namun sisi
lainku mengatakan ini hal yang wajar mengingat aku yang telah dibuang tanpa
kabar oleh Kak Andri.
Aku bercerita
banyak pada Nehan tentang kisahku bersama Andri, dia pun menyayangkan itu,
“Sudahlah An, kamu tutup rapat-rapat kisah SMA kamu, sekarang ada aku yang akan
buat kamu selalu tersenyum.” Janjinya. Kehidupan kuliahku sangat mengasikkan,
agenda padat, berbagai kegiatan, terlebih ada yang selalu memperhatikanku, aku
benar-benar merasa hidup.
Tiba-tiba di suatu
sore, seseorang mengetuk pintu kamar kosku.
“Siapa?” tanyaku
dari dalam.
Beberapa saat tak
ada jawaban aku pun merasa heran, Aku pun segera membuka pintu. Ada paket
kiriman yang ditujukan padaku.
“Aku tidak pesan
barang online, sebentar tapi ini tertulis teruntuk Diana Paramitha.
Berarti paket ini untukku.” Gumamku.
Bergegas aku
menutup kembali pintu dan membuka paket kiriman unkown itu. Sebuah kotak
hadiah berisi sepertu berwarna pink muda yang sangat cantik, dibawahnya
terdapat kertas bertulis, “aku mencintaimu selamanya” kata-kata itu semacam simple
clue dari seseorang di masa laluku.
“tok…tok…tok.” Dengan
sigap aku membuka pintu, “Kak Andri….” Namun ada seseorang lain dihadapanku,
Nehan.
Hal ini tentu saja
membuat amarah Nehan membuncah.
“Sudahlah Nehan,
ini bukan hal penting untukku”
“Tapi ini penting
bagiku An, dia seenak jidatnya mempermainkan perasaan kamu. Muncul dan
tenggelam semau dia.”
“Nehan please,
tidak perlu diperpanjang antara aku dan dia sudah selesai.”
“Selesai? Kamu
sendiri yang bilang tak ada kesepakatan untuk selesai antara kamu dan dia.
Terus dia mengirimi pesan dan barang ini maksudnya apa kalau bukan ingin
kembali.”
“Nehan, sudah.”
“Mengapa kamu
selalu membelanya, jangan-jangan selama ini kamu anggap aku sebagai pelampiasan
kamu saja?”
“Cukup Nehan.”
“Baik, aku pergi.”
Aku tahu Nehan sangat marah, dia pergi namun aku yakin dia tidak benar-benar
pergi untuk meninggalkan aku.
Mataku sembab, hidungku
merah, aku menangis, entah untuk kepergian Nehan, atau untuk kemunculan Andri.
Waktu berlalu
begitu cepat aku bergelar sarjana, ada harapan lain yang ingin aku raih
mengirimku ke ujung timur pulau Jawa, setidaknya aku berharap perasaanku pada Andri
dan kisahku dengan Nehan tertinggal. Namun, Andri muncul memberi harapan
kembali. Kami bertemu di taman kota,
“An, kamu masih
sama.”
“Maksud Kaka?”
“Kamu masih
memiliki sorot mata dan senyum yang sama seperti dulu.”
Aku hanya
tersenyum mendengar perkataannya. Dia tak tahu aku bukan Diana yang dulu, yang
mudah meleleh mendengar kata-katanya. Seolah ada perisai dalam diri sehingga
aku tak akan mudah terpengaruh dengan kata-katanya lagi.
“An, aku
mencintaimu selamanya.” Dia mulai lagi.
“Selamanya? Kak
bolehkah ku tahu apa maksud kalimat itu? Kau tak tahu kak?kalimat itu yang
selalu meengikat hati aku, hingga nalarku selalu kalah olehnya. Mana buktinya
kaka mencintaiku selamanya?”
“Bukti? Aku disini
sekarang.”
“Begitu? Menurut
kakak itu buktinya?”
“Ya.”
Sore itu pertemuan
kami berakhir mengambang. Tak ada kata serius terucap, tak ada janji terikrar,
hanya kata aku mencintaimu selamanya. Dia selalu penuh teka teki.
Aku percaya dan
meyakini bahwa segala proses yang aku lakukan tidak akan pernah menghianati
hasil, begitu pun dengan apa yang aku lakukan, selalu berpikir positif bahwa
selama ini dia mencintaiku sama seperti aku mencintainya, meski kenyataannya
hanya Tuhan yang tahu dalamnya perasaan dia.
Akhirnya,
betapapun manusia berusaha menjaga hati untuk orang paling dicintai dan
berharap menjadi pasangan sejati, jika tidak ditakdirkan tetap tidak bisa
bersama. Tujuh tahun yang lalu aku yakin dia takdirku, namun Tuhan berkehendak
lain. Tahun ini aku akan menikah, bukan dengan Andri atau pun Nehan, tapi
dengan seseorang yang lain. Dengan dia aku memulai babak baru. Atas nama Tuhan,
aku mencintamu selamanya, suamiku.
Karya yang sangat baik smoga terus berkembang,
BalasHapusJgn lupa follow ig saya Dikri_fauzi ;)
Aamiin...
Hapusthank you sudah mampir kesini :)