Selasa, 07 April 2020

Cerpen "Aku Mencintai Selamanya"


Ibu, Bapak terima kasih atas segala pengorbananmu hingga aku sebesar ini, terima kasih telah mendukung segala harapanku.
aku mencintaimu Ibu, Bapak.
Ku akhiri tulisan curahan hati di buku harianku malam ini dengan senyuman sekaligus rasa hangat menahan rindu, pada mereka, ibu dan bapakku.

Aku Diana, gadis desa yang terpaksa harus berpamitan pada ibu dan bapak untuk pergi merantau melanjutkan pendidikan SMA di kota. Tahun ini merupakan tahun pertamaku, awalnya aku ragu, apakah aku bisa bertahan jauh dari orang tua. Namun keraguan ini berhasil membuatku memiliki motivasi untuk berprestasi. Karena bagiku membahagiakan orangtua adalah memiliki prestasi di sekolah.

Selama tiga bulan ini, teman sekelas menjulukiku si kutu buku, selain karena aku rajin belajar aku pun memiliki segudang aktivitas, sehingga mereka segan untuk mengajak main. Seorang kutu buku sepertiku tentu saja memiliki kehidupan sosial yang tidak terlalu bagus, jangankan masalah cinta, berteman dekat pun hanya bisa dengan satu dua orang saja.

Sampai pada suatu ketika, aku mengagumi seseorang yang tak ku kenal sebelumnya. Aku mengamatinya setiap saat. Segala informasi tentangnya ku cari diam-diam. Seperti pagi ini di Lorong depan kelasku,
"Ayu, kamu tahu siapa namanya?” Tunjukku pada salah satu kakak kelas yang sedang membaca buku.
“Dia Kak Andri. Siswa kelas XIA. Kenapa? Apa kamu punya masalah dengannya?”
“Ah tidak, aku bahkan baru tahu namanya darimu.”
“Ingat An, jangan pernah punya masalah dengan dia, banyak siswi yang menyukai dia, tapi dia itu cuek sekali pada perempuan. Sekali kamu berurusan dengan dia, sepertinya kamu nanti tidak akan punya banyak teman.”
“Tenang saja Ay, kamu tahu Aku kan?”
“Tentu saja Diana si kutu buku bukan?” kami tertawa Bersama.

Aku dan Ayu berteman akrab ketika dia meminta tolong dibuatkan tugas seni rupa olehku, dia memang pintar dalam segala hal kecuali menggambar. Sejak itu Ayu tak segan untuk bercerita banyak hal, termasuk tentang cinta pertamanya.

Hari selasa, pelajaran Bahasa Indonesia dimulai, materi pelajaran mengharuskan siswa berkunjung ke perpustakaan. Semua siswa fokus mencari buku sumber sesuai topik yang diberikan. Tidak sengaja aku berdiri dilorong buku kategori “buku sumbangan”, aku mengambil satu judul yang menarik perhatian Bunuh Diri Masal. “Buku ini sangat unik, orang yang menyukai buku ini pasti memiliki pemikiran yang tak kalah uniknya” pikirku. Penasaran siapa pemilik buku ini sebelumnya, aku buka halaman belakang dan tertulis “Andri Wijaya Sugiarto” jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
“Ayuuuuu “ Ayu memanggil ayu.
“Syuuuuuuut, Jangan berisik.” Hardik semua orang yang ada di perpustakaan. Aku terseyum malu, dan berlari mendekati Ayu.
“Ayu, coba lihat buku ini?”
“Bunuh diri masal, ih aneh sekali An.”
“Justru itu, siapapun akan berpikiran seperti itu. Tapi tidak bagiku.”
“Maksudnya? An, sungguh aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu.”

Selesai kelas Bahasa Indonesia Aku bertekad menemui Ayu untuk menceritakan apa yang ku rasakan selama ini pada Andri.
“Jadi, kesimpulannya. Diana si kutu buku hampir gila oleh Kak Andri?” Tanya Ayu.
Aku menjawab dengan anggukan.
“Oh My God An, kamu menggilai orang yang salah.”
“Aku tidak akan menyerah.”
“An….”
“Dengar Ay, aku percaya tidak aka nada yang sia-sia, dengan menyukainya dalam diam pun tak akan sia-sia.”
Kami terdiam.

“An, ini formulir pendaftaran untuk masuk anggota Paskibra.” Tiba-tiba ada Kakak kelas yang berparas sangat cantik menghampiriku.
“Baik Kak.” Jawabku cepat.
“Kamu ikut paskibra?” Tanya Ayu.
“Iya.”
“Berapa organisasi yang kamu ikuti, bukankan kita hanya diberi kesempatan hanya mengikuti tiga organisasi saja?”
“Tiga.”
“Dan salah satunya pencinta lingkungan.” Ayu mengerling.

Ayu akhirnya tahu alasan aku ikut organisasi pencinta lingkungan, karena ada Kak Andri disana. Dialah penggagas organisasi itu. Dia pemilik program penghijauan di lingkungan sekolah, dia pula yang bersemangat mengajukan program tanaman gantung dengan memanfaatkan botol bekas pada sekolah, berkat peran dia pula sekolah mendapat kesempatan mengikuti seleksi penghargaan Adiwiyata.

Selama ini aku sudah merasa cukup dengan hanya memperhatikannya dari jauh, mengaguminya dalam kesunyian. Namun sahabatku Ayu memiliki anggapan yang berbeda, dia terlalu jenuh mendengar curahan hatiku yang begitu-begitu saja. Hingga tanpa sepengetahuanku Ayu menceritakan semua isi hatiku pada Dika, teman sekelas Andri.

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, Aku langsung menuju kos, ditengah perjalanan
“Dek, tunggu!” Aku kenal betul suara ini. Suara yang selalu sayup aku perhatikan dalam kejauhan. Aku berbalik dan menyapa sebisanya, badanku bergetar.
“Eh, Kak Andri,”
“Diana? Itu namamu?” Tanyanya menyelidik.
“Iya Kak, Aku Diana.”
“Oke, aku panggil kamu Anna. Mulai hari ini kamu pacarku.” Aku termenung
“Anna, hey, kau dengar?”
“Kakak tidak salah bicara? kenapa tiba-tiba”
“Kau tak perlu tahu, aku juga menyukaimu. Tulis nomormu di Hpku.” Aku pun mengetik satu demi satu angka nomor Hpku. Namun setelah aku berikan Hpnya dia berlalu begitu saja.

Setelah kejadian itu aku menjadi lebih semangat berangkat sekolah. Berbeda denganku, kejadian itu seolah tak berarti apa-apa untuknya, sikapnya biasa saja, bahkan terasa percuma menyimpan nomorku di Hpnya, karena jarang sekali dia mengabariku. Tapi aku tak peduli, yang penting orang yang aku sukai selama ini ternyata menyukaiku dan sekarang dia pacarku.

Seminggu sudah aku berharap akan mendapatkan kabar darinya meski hanya sapaan singkat lewat pesan. Resah dan takut mengampiriku. Resah, apakah dengan bersikap seperti itu berarti dia mempermainkanku. Takut, sekiranya aku terlalu berharap banyak dengan apa yang dia katanya waktu itu.

Hari ini adalah hari pelantikan anggota paskibra sekolah,
Dreeet… Hpku bergetar. Aku yakin itu pesan dari Andri.
“Siapa yang membawa hp?” Pipi merahku berubah menjadi pucat pasi.
“Jawab, siapa yang membawa hp?”
“Sudah kami bilang, selama pelantikan tidak ada yang berkomunikasi dengan orang luar.”
“Kenapa semua diam, kalau dalam hitungan 3 tidak ada yang mengaku, kalian semua kena hukuman! Satu…Dua…Ti…” Mereka sahut menyahut memperingatkan aturan.
“Kak, itu saya” kataku sambil mengangkat tangan kanan dan tentu saja menunduk.
“Ohhh lihat itu, ada yang mengaku.”
“Keluarkan hpmu, dan siap-siap kamu akan mendapat hukuman atas pelanggaranmu.”
“Siap, laksanakan.” Jawabku dengan yakin.
Aku menuruti perintah senior, aku mendapat hukuman push up 100x dan membantu menyediakan makanan untuk seluruh anggota paskibra. Memang lelah tapi mau bagaimana lagi, pihak yang bersalah harus menerima hukuman sesuai dengan perintah, begitulah adab di oraganisasi ini.

Pukul 09.00 malam acara pelantikan diakhiri dengan apel malam.
“Huhh selesai juga, aku harus cepat-cepat buka pesan itu,” masih saja aku ingat pesan masuk tadi.
Anna, aku tunggu kau di lapangan bola pinggir sekolah jam 8 malam ini.
Deg, kaget tapi senang membaca pesan yang dia kirimkan padaku.
Aku melirik jam digital di Hpku “sudah jam 09.15, apakah dia masih menungguku.” Raguku.
Tak berpikir terlalu lama aku berlari menuju tempat yang dia maksudkan. Hanya lima menit aku berhasil sampai di lapangan tersebut. Dalam nafas terengah aku melihat sekeliling, tak ada orang disini.10 menit aku berdiam diri, antara menyesal dan bingung harus berbuat apa.

Aku pun berniat pulang, namun tiba-tiba ada cahaya lilin di tengah lapangan. Aku mendekati cahaya itu, dan aku terharu, dia masih ada, menungguku.
“Anna, kamu telat.” Sapanya sambil menatapku penuh perhatian.
“Maaf….” Aku terisak. Aku pun tidak mengerti mengapa aku harus menangis.
“Hei, tidak perlu menangis.”
“Kak, maaf aku terlambat.” Gumamku masih dalam tangisan.
“Sudahlah”
“Kak, kamu kemana saja? Kenapa baru mengabariku malam ini, aku kira….”
“Syuut jangan berpikiran negatif, aku ada buat kamu, aku sayang kamu bukan berarti setiap menit mengabarimu bukan?”
Aku terdiam
“Ikut aku.” Perintahnya.
Tepat di tengah lapangan, ada alas berukuran sederhana, keningku berkerut menerka-nerka apa yang akan dia tunjukkan padaku.
“Ayo sini,” kamu berbaring bersisian.
“Aku tau An, kamu pasti menyangka aku akan memberi kejutan manis, memberimu hadiah bunga atau cokelat seperti kebanyakan laki-laki berikan pada kekasihnya. Kau tau An, bagiku itu hal terlalu umum, kamu terlalu spesial.”
Aku tersipu.
“An, lihat bintang-bintang diatas sana, cahayanya tampak kecil namun indah bukan?”
“Iya kak, indah sekali.”
Lama kami terdiam menikmati pemandangan bintang diatas sana dengan beribu pertanyaan  dalam hati yang lagi-lagi tak terucapkan baik dariku atau pun dia. Hingga percakapan kami dimulai lagi dengan hal ringan,
“An, apa lagu kesukaanmu?”
“Aku sangat menggilai semua lagu Bondan Prakoso.”
“Benarkah? Apa aku tidak salah dengar? Umumnya mereka disukai laki-laki.”
“Tak ada larangan untuk itu kak” senyumku.
“Baiklah kalau begitu mulai besok aku akan mencoba menyukai lagunya, sama sepertimu.” Gumamnya sangat yakin.
“Hah? Tidak perlu seperti itu juga kak.”
“An, sudah jam berapa ini, kamu harus pulang, nanti ibu kost mu tidak mau membukakan kunci gerbang untukmu.” Malam itu, kami akhiri pertemuan singkat namun memiliki kesan mendalam untukku, karena banyak pertanyaan yang belum aku ungkapkan padanya. Dia mengantarku sampai gerbang kos dan menunggu sampai aku masuk dengan selamat.
Hari yang indah.

Menjelang tidur pandanganku lurus keatas langit-langit kamar kos ku yang berada di pojokan.
Dreetttt… cepat-cepat aku mengambil Hp yang masih tersimpan diranselku. Tanganku bergetar, dan mataku berkaca ketika ku baca.

Selamat tidur An,
aku sayang kamu selamanya.

Hanya dua kalimat, tidak lebih. Namun ini dapat menjungkir balikkan hatiku, sehingga aku lompat-lompat tidak terarah. Ifa, teman sekosku yang sedari tadi sibuk membaca novel mengerling dan tanpa permisi merebut Hpku, “oh my God, kakak kelas super cuek bisa kirim pesan seperti ini. Aku tidak percaya ini. Ini betul nomor dia?”
“ifaaa…. Masa nomor tukang nasi goreng.” Aku bertolak pinggang dan melempar bantal ke wajahnya. Kami pun tertawa bersama. Cepat-cepat aku balas pesannya, tentu saja lebih dari dua kalimat.

Selamat malam juga Kak, makasih ya kak udah mau nunggu aku, maafin aku udah tekat banget datang di lapangan, makasih kakak mau lama-lama sama aku. Liat bintang bareng kakak hal terromantis yang pernah aku rasain selama hidup aku ka. Aku juga mencintai kakak selamanya.

Ku tekan icon kirim di hpku. 5 menit berlalu tak ada balasan, 10 menit, 30 menit, 1 jam, 1 jam setengah masih tak ada balasan. Akhirnya aku tertidur dengan perasaan penuh harap.  

Pagi yang indah, aku bergegas ke kelas, namun sebelum memasuki kelas aku melihat Andri berada di depan kelasnya, menyiram tanaman kelas. Betapa sempurnanya pagi ini. Aku dengan percaya diri mendekatinya, sejak pertemuan dan sms tadi malam aku merasa lebih dekat dengannya.
“Pagi Kak Andri yang super rajin” sapaku dengan penuh percaya diri.
“Pagi.” Jawabnya singkat.
“Aduh, singkat sekali jawabnya, belum sarapan ya?” Tanyaku kembali sedikit bercanda, tak ada tanggapan lagi, dia hanya tersenyum dan beranjak pergi ke dalam kelas. Tentu saja aku sungkan mengejarnya. Sambil menahan rasa malu, aku balik kanan dan sedikit berlari menuju kelas.

Kak Andri kakak kelas yang cuek adalah cinta pertamaku, kami memiliki status berpacaran tapi seolah tidak berpacaran. Kami jarang berkomunikasi, tapi aku tidak mengerti mengapa kami tetap bertahan. Aku penasaran dengannya antara tulus atau mempermainkan.

Sampai akhirnya kami harus berpisah, dia lulus SMA dan akan langsung bekerja di luar kota. Aku yakin aku akan baik-baik saja. Karena aku sudah terbiasa dengan tingkahnya yang masa bodoh terhadapku.
 “Kamu tidak takut pacaran jarak jauh?” tanya Ayu.
“Takut apa ay? Aku sudah yakin pada kak Andri, aku percaya sama dia.” Jelasku.
“Yakin? Memangnya dia mengucapkan janji apa padamu?”
Aku terdiam, memang selama ini dia tidak pernah berjanji apa-apa, sampai hari perpisahan pun dia masih sama. Dia hanya menyampaikan bahwa dia menyayangiku selamanya.
Dan itulah yang aku pegang, aku percaya itu dan akan aku jaga selamanya.

Setahun sudah aku berpisah jarak dengan Kak Andri, diawal-awal dia masih rutin mengabariku, namun lama-lama akhirnya selama setahun dia benar-benar tidak menghubungiku lagi. Ini bukan berarti aku hanya menunggu, hanya dia yang sulit ku hubungi. Hingga ada saatnya aku menyerah, dan berhenti berharap.

Kini tiba masanya hari kelulusanku, tak ada ucapan selamat meski hanya lewat pesan. Aku semakin menderita karena terlalu mencintainya. Hari hari yang berat aku lalui tanpa kabar darinya, aku mulai putus asa. Namun lingkungan baru mengalihkan fokusku, aku masuk salah satu universitas impianku. Kehidupan baru dengan pindah kota pun membuatku semakin terbiasa sendiri, ada atau tidak ada dia aku harus tetap bahagia. Tekadku dalam hati.

Sampai pada suatu hari ada teman seangkatanku yang bernama Nehan mulai memberi perhatian lebih padaku. Aku yang selama ini haus perhatian seakan mendapat mata air ditengah kekeringan. Aku mulai dekat dengan Nehan. Sebulan kami dekat, Nehan menyatakan perasaan, dan aku menerimanya. Entahlah ini semacam penghianatan, namun sisi lainku mengatakan ini hal yang wajar mengingat aku yang telah dibuang tanpa kabar oleh Kak Andri.
Aku bercerita banyak pada Nehan tentang kisahku bersama Andri, dia pun menyayangkan itu, “Sudahlah An, kamu tutup rapat-rapat kisah SMA kamu, sekarang ada aku yang akan buat kamu selalu tersenyum.” Janjinya. Kehidupan kuliahku sangat mengasikkan, agenda padat, berbagai kegiatan, terlebih ada yang selalu memperhatikanku, aku benar-benar merasa hidup.

Tiba-tiba di suatu sore, seseorang mengetuk pintu kamar kosku.
“Siapa?” tanyaku dari dalam.
Beberapa saat tak ada jawaban aku pun merasa heran, Aku pun segera membuka pintu. Ada paket kiriman yang ditujukan padaku.
“Aku tidak pesan barang online, sebentar tapi ini tertulis teruntuk Diana Paramitha. Berarti paket ini untukku.” Gumamku.
Bergegas aku menutup kembali pintu dan membuka paket kiriman unkown itu. Sebuah kotak hadiah berisi sepertu berwarna pink muda yang sangat cantik, dibawahnya terdapat kertas bertulis, “aku mencintaimu selamanya” kata-kata itu semacam simple clue dari seseorang di masa laluku.
“tok…tok…tok.” Dengan sigap aku membuka pintu, “Kak Andri….” Namun ada seseorang lain dihadapanku, Nehan.
Hal ini tentu saja membuat amarah Nehan membuncah.
“Sudahlah Nehan, ini bukan hal penting untukku”
“Tapi ini penting bagiku An, dia seenak jidatnya mempermainkan perasaan kamu. Muncul dan tenggelam semau dia.”
“Nehan please, tidak perlu diperpanjang antara aku dan dia sudah selesai.”
“Selesai? Kamu sendiri yang bilang tak ada kesepakatan untuk selesai antara kamu dan dia. Terus dia mengirimi pesan dan barang ini maksudnya apa kalau bukan ingin kembali.”
“Nehan, sudah.”
“Mengapa kamu selalu membelanya, jangan-jangan selama ini kamu anggap aku sebagai pelampiasan kamu saja?”
“Cukup Nehan.”
“Baik, aku pergi.” Aku tahu Nehan sangat marah, dia pergi namun aku yakin dia tidak benar-benar pergi untuk meninggalkan aku.
Mataku sembab, hidungku merah, aku menangis, entah untuk kepergian Nehan, atau untuk kemunculan Andri.

Waktu berlalu begitu cepat aku bergelar sarjana, ada harapan lain yang ingin aku raih mengirimku ke ujung timur pulau Jawa, setidaknya aku berharap perasaanku pada Andri dan kisahku dengan Nehan tertinggal. Namun, Andri muncul memberi harapan kembali. Kami bertemu di taman kota,
“An, kamu masih sama.”
“Maksud Kaka?”
“Kamu masih memiliki sorot mata dan senyum yang sama seperti dulu.”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya. Dia tak tahu aku bukan Diana yang dulu, yang mudah meleleh mendengar kata-katanya. Seolah ada perisai dalam diri sehingga aku tak akan mudah terpengaruh dengan kata-katanya lagi.
“An, aku mencintaimu selamanya.” Dia mulai lagi.
“Selamanya? Kak bolehkah ku tahu apa maksud kalimat itu? Kau tak tahu kak?kalimat itu yang selalu meengikat hati aku, hingga nalarku selalu kalah olehnya. Mana buktinya kaka mencintaiku selamanya?”
“Bukti? Aku disini sekarang.”
“Begitu? Menurut kakak itu buktinya?”
“Ya.”
Sore itu pertemuan kami berakhir mengambang. Tak ada kata serius terucap, tak ada janji terikrar, hanya kata aku mencintaimu selamanya. Dia selalu penuh teka teki.

Aku percaya dan meyakini bahwa segala proses yang aku lakukan tidak akan pernah menghianati hasil, begitu pun dengan apa yang aku lakukan, selalu berpikir positif bahwa selama ini dia mencintaiku sama seperti aku mencintainya, meski kenyataannya hanya Tuhan yang tahu dalamnya perasaan dia.

Akhirnya, betapapun manusia berusaha menjaga hati untuk orang paling dicintai dan berharap menjadi pasangan sejati, jika tidak ditakdirkan tetap tidak bisa bersama. Tujuh tahun yang lalu aku yakin dia takdirku, namun Tuhan berkehendak lain. Tahun ini aku akan menikah, bukan dengan Andri atau pun Nehan, tapi dengan seseorang yang lain. Dengan dia aku memulai babak baru. Atas nama Tuhan, aku mencintamu selamanya, suamiku.

2 komentar:

  1. Karya yang sangat baik smoga terus berkembang,
    Jgn lupa follow ig saya Dikri_fauzi ;)

    BalasHapus

BERBAGI ARTIKEL

Menjadi pemimpin yang bijak memang tidak mudah, tetapi keinginan untuk berubah bukan hal yang susah. Semoga kami selalu diberikan kemudahan ...